Sunday 1 July 2012

Traffic Mayhem in Jakarta

Traffic in Jakarta is getting worse and worse, as reported by many major newspapers. I decided to become freelance translator so I can have time for leisure and my family. Spending quality time with family is a luxury in Jakarta. People spend hours on the road just to go to the office and back home. Promises and more promises are being made by the governor- but it doesn't seem to make the traffic any less worse. Jakartans are being bombarded by advertisements on cheap cars (& motorcycles) and the image that owning a luxury car can increase one's status. 

I have to say that I am glad that I made the choice of becoming a full-time freelance translator. I don't have to sit for hours in traffic and come home late at night. Although  being a translator has its own challenges, especially when it comes to deadline. But I am definitely not quitter. I work morning - night to finish a project.  I enjoy translating a document because it gives my brain a work-out and gives me the opportunity to learn different topics that I never knew existed. 

Here is a snippet from a book that I translated on motorization in Indonesia : 


In recent decades, the urban population is growing faster than rural population (Bappenas, 2006)as  cities becomes the ‘engine’ of economic driver in many countries. The economic growth in cities  has attracted villagers to migrate to the cities in hope of obtaining a better living. Population growth and migration from rural to urban areas will increase the burden of urban environment, and at the  same time affecting the air quality.

Normally, economic growth is associated with an increase in air pollution. However, this does not apply to all countries. Some developed countries have managed to reduce air pollution without limiting economic growth by implementing strict environmental pollution control (U.S.EPA, 2002; European Environment Agency, 2005).
On the other hand, developing countries that are experiencing economic development, industrial development, and added movement of people and goods by means of motorized transport, energy demand will likely increase.  This energy demand is generally met by providing fossil fuel, namely fuel , gas, and coal, which are important sources of air pollution (Suhadi, 2006).
Fossil fuel is expected to remain as a primary energy source to meet the growing need in the next two decades, even in the midst of developing new nuclear technology and an aggressive renewable energy (Schwela et al., 2006). This is due to the relatively cheaper price of fossil fuels. However, the price of fossil fuels will be more expensive in the future and the concerns about energy supply security and climate change impacts are expected to increase the use of renewable energy.
Moreover, the world's dependence on fossil fuels to drive the economy, particularly in developing countries continue to increase. This trend will worsen air pollution and create consequences for climate change. Likewise the number of vehicles that have grown rapidly in Indonesia,  an average of 14 percent per year in the last 10 years, from about 19 million in 2000 to 65 million in 2010 will also have environmental consequences (Directorate of Traffic, Indonesian State Police, 2011). An increase in the number of vehicles is generally centralized in the cities, which is  influenced by the increase in welfare and population.
Exceptions for motor vehicles growth might be applied in some countries that have implemented strict policies to limit the number of motor vehicles and encourage the use of public transport.  Whereas in cities in the developing countries, most of the population relies on public transportation and non-motorized transportation such as bicycles and walking. As cities grew and dispersed, the number of trips made by ​​using public transportation declined, and motorcycles take over as an alternative means of transportation because it is affordable for the majority of people who cannot afford a car.
Increase use of motorcycles has added the rate of motorization  rapidly. This motorization growth will exacerbate congestion and air pollution. If it is not controlled, air pollution in urban areas will increasingly become a threat causing health risks, lost of productivity and economic loss. To prevent worsening of air quality in the future, cities are confronted with the choice to act now or to postpone the control until economic losses becomes unbearable.  


Original Text:

Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah penduduk perkotaan bertambah lebih cepat dibanding penduduk perdesaan (Bappenas, 2006). Hal ini karena kota-kota menjadi 'mesin' penggerak pembangunan ekonomi di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi kota telah menarik penduduk desa untuk pindah ke kota dengan harapan memperoleh penghidupan yang lebih baik. Pertumbuhan penduduk dan perpindahan penduduk dari desa ke kota akan menambah beban lingkungan perkotaan, termasuk mempengaruhi kualitas udaranya. 

Lazimnya, pertumbuhan ekonomi  dikaitkan dengan pencemaran udara yang meningkat. Namun, hal ini tidak berlaku bagi semua negara. Beberapa negara maju telah berhasil mengurangi pencemaran udara di negaranya tanpa perlu membatasi pertumbuhan ekonomi dengan cara menerapkan pengendalian pencemaran lingkungan yang ketat (U.S.EPA, 2002; European Environment Agency, 2005).
Di sisi lain, di negara-negara berkembang, yang mengalami pembangunan ekonomi, pembangunan industri, dan pertambahan pergerakan manusia dan barang dengan menggunakan alat angkut bermotor, kebutuhan energi cenderung meningkat. Kebutuhan energi ini umumnya dipenuhi dengan menyediakan bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, gas, dan batu bara yang merupakan sumber pencemaran udara yang penting (Suhadi, 2006).
Bahan bakar fosil diperkirakan akan tetap menjadi sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dalam dua dekade ke depan, bahkan di tengah pengembangan teknologi baru nuklir dan energi terbarukan yang agresif (Schwela dkk., 2006). Ini karena bahan bakar fosil relatif lebih murah. Namun demikian, harga bahan bakar fosil yang akan semakin mahal di waktu mendatang dan adanya kekhawatiran soal keamanan pasokan energi serta dampak perubahan iklim diharapkan akan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. 

Terlepas dari hal itu, ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil untuk menggerakkan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang terus meningkat. Kecenderungan ini akan memperburuk pencemaran udara dan menimbulkan konsekuensi  bagi perubahan iklim. Demikian pula halnya dengan jumlah kendaraan bermotor yang tumbuh sangat pesat di Indonesia, rata-rata 14 persen per tahun dalam 10 tahun terakhir, dari sekitar 19 juta pada tahun 2000 menjadi 65 juta pada tahun 2010 (Direktorat Lalu Lintas POLRI, 2011). Pertambahan kendaraan  tersebut umumnya terpusat di kota-kota, yang dipengaruhi oleh meningkatnya kesejahteraan dan jumlah penduduk. 


Pengecualian pertumbuhan kendaraan bermotor mungkin berlaku bagi beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang ketat dengan membatasi jumlah kendaraan bermotor dan mendorong penggunaan kendaraan umum. Di kota-kota di negara berkembang, sebagian besar penduduk bergantung pada kendaraan umum dan transportasi tidak bermotor seperti sepeda dan jalan kaki. Ketika kota-kota tumbuh dan menyebar, jumlah perjalanan yang dilakukan dengan menggunakan kendaraan umum menurun, dan sepeda motor mengambil alih sebagai alat angkut alternatif karena terjangkau oleh sebagian besar penduduk yang tidak mampu memiliki mobil.
Meningkatnya penggunaan sepeda motor telah menambah laju motorisasi secara pesat. Pertumbuhan motorisasi ini akan memperparah kemacetan dan pencemaran udara. Jika tidak dikendalikan, pencemaran udara di perkotaan akan semakin menjadi ancaman yang menimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan ekonomi bagi negara. Untuk mencegah kualitas udara menjadi semakin memburuk di waktu mendatang, kota-kota dihadapkan pada pilihan apakah bertindak sekarang atau menunda pengendalian hingga biaya kerugian menjadi sangat besar.



 












No comments:

Post a Comment